Ini adalah sebuah pertanyaan penting untuk ditemukan
jawabannya. Apa yang musti dilakukan setelah kita selesai menempuh program
Master’s Degree. Banyak orang yang selesai studi kemudian mereka kembali ke
mode awal, menjadi biasa-biasa saja. Program pendidikan Master yang mereka
tempuh tidak serta-merta membuat mereka menjadi individu yang berubah
peranannya dan kebermaknaannya bagi lingkungan. Ada juga orang-orang yang
setelah menyelesaikan program Master, mereka banyak berkiprah dalam memberi
warna serta kontribusi bagi banyak orang di bidang yang menjadi ekspertisnya.
Sebagai lulusan program Master, kita bisa saja tidak menjadi
apa-apa dan hanya menjadi orang biasa-biasa saja, persis seperti sedia kala
saat kita belum menempuh pendidikan Master. Hal tersebut terjadi jika tidak ada
breakthrough yang kita lakukan. Salah satu PR besar yang dimiliki oleh para
lulusan Master, terlebih lulusan dari kampus ternama di Luar Negeri, adalah
bagaimana setelah selesai menmpuh studi mereka bisa berkontribusi. Berdiam diri
tanpa karya bukan hanya menjadi aib di lingkungan tempat tinggal, namun juga
menjadi beban moral bagi orang tersebut. Untuk apa kuliah jauh-jauh jika tidak
ada peningkatan kiprah setelahnya.
Sebagai lulusan program Master, kita bisa
berkontribusi dalam beberapa hal. Pertama, berkontribusi dalam menyumbangkan
pemikiran. Salurkan gagasan kita melalui tulisan, seminar, workshop, dan pelatihan
yang dapat diakses oleh orang banyak. Kedua, kita harus bisa berkontribusi
dalam pembuatan kebijakan dalam bidang yang relevan. Tidak ada salahnya untuk
kita approach para policymakers. Jangan
sungkan-sungkan apalagi merasa inferior untuk dekat dengan para policymakers. Status
kita sebagai lulusan perguruan tinggi luar negeri dengan beasiswa bergengsi
harus lah cukup menjadi modal untuk kita meyakini bahwa kita layak berada pada
circle orang-orang besar. Ketiga, kita harus mampu melakukan personal branding
yang kuat dan massif. Tak perlu merasa rendah diri dengan memberikan judgement
bahwa personal branding itu lekat dengan sikap narsis. Boleh jadi memang ada
jarak yang sangat dekat antara personal branding dengan narsisme. Namun, selama
itu dilakuikan dengan tujuan supaya personal branding kita makin kuat, tidak
perlu danggap masalah. Dalam dunia personal branding, gimmick sudah menjadi hal
biasa. Dan itu halal.
Sebagai lulusan perguruan tinggi Luar Negeri, kita
dituntut untuk bisa memiliki citra diri yang lebih baik. Perhatikan gaya komunikasi
kita. Perhatikan gaya joke-joke kita. Bukan berarti bahwa kita harus menjadi
orang lain. Namun membenahi berbagai aspek diri seperti cara berkomunikasi,
bertingkah laku, pola pikir, dan cara menangani berbagai situasi menjadi
pertaruhan sebagai seorang lulusan perguruan tinggi Luar Negeri. Selain itu,
kita perlu mengurangi terlibat dalam drama-drama atau urusan-urusan yang remeh
temeh.
Terus berkarya, berkontribusi dan memberi manfaat bagi
banyak orang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar