Ada beragam
motivasi orang melakukan pendakian gunung. Sebagian melakukan aktivitas
tersebut sekedar sebagai hobi, merasakan kepuasan ketika deretan nama gunung
telah masuk daftar gunung yang telah dijelajahi. Sebagian bermotif ingin eksis
di social media. Foto-foto indah menawan yang didapatkan selama mendaki tentu
menjadi konten yang menarik untuk menciptakan kesan keren di media social. Demi
meraih foto atau video yang super bagus, sebagian pendaki bahkan rela bersusah
payah membawa seperangkat gadget seperti kamera beresolusi tinggi dan bahkan drone.
Sebagian bermotif kesehatan, menyadari
bahwa mendaki gunung adalah cara yang maksimal untuk membakar kalori dan memacu
kesehatan organ-organ tubuh. Aku sendiri merasakan bahwa mendaki gunung adalah
sebuah perjalanan spiritual.
Sebagai
seorang muslim yang beriman, aku meyakini bahwa aka nada perjalanan panjang di
kehidupan setelah kematian. Konon perjalanan itu akan terasa sangat melelahkan
bahkan memberatkan bagi sebagian orang, dan mudah dilalui bagi sebagian orang
lainnya. Aku terbayang bahwa melakukan long march di padang mahsyar nanti akan
menjadi sebuah pengalaman yang berat. Perbuatan kebaikan yang dilakukan selama
hidup di dunia akan sangat membantu memudahkan perjalanan tersebut. Setidkanya itu
yang diajarkan oleh para ulama melalui ceramahnya. Bekal yang dibawa saat
mendaki adalah laksana bekal yang dibawa saat berada di padang mahsyar nanti. Sepanjang
perjalanan, aku teringat hal tersebut. Membawa beban tas carrier yang berisi
berbagai bekal, menelusuri medan terjal dengan kondisi tenaga yang semakin
menipis, adalah pengingat yang sangat kuat akan adanya perjalanan akhirat
tersebut.
Dalam
perjalanan pendakian, sesekali aku temui jalan setapak. Bukan jalan yang mudah
dilalui, melainkan jalan kecil dimana di sisi kanan atau kirinya terdapat
jurang yang sangat dalam. Sekali saja terpeleset, tentu pendakian akan menjadi kisah
horror, alih-alih menyenangkan. Aku sendiri terheran-heran mengapa aku bisa
melalui pendakian tersebut. Keheranan tersebut muncul setelah selesai melalukan
pendakian. Ketika mengingat begitu terjalnya medan yang dilalui, kadang hati
bertanya, ”kok bisa dan mau-maunya aku melakukan hal tersebut. Hal yang bisa beresiko
fatal”. Namun bayangan horror tersebut niscaya sirna, ketika di lain kesempatan
ada tawaran lagi dari teman-teman pendaki untuk melakukan pendakian lagi. Apalagi
jika hal tersebut sudah menjadi hobi. Bayangan indah dan kepuasan mencapai
puncak akan mengalahkan segala bayangan tentang segala tantangan dan kengerian
yang ada.
Dalam
pendakian, masih memungkinkan untuk kita mendapatkan bantuan dari teman. Misalnya
saat lelah, teman membantu membawakan tas carrier kita. Atau teman pendaki
membantu menyuguhkan minuman atau makanan penambah energy. Minimal, teman
pendaki bisa memberikan penyemangat agar kita bertahan dalam perjalanan hingga
sampai pada tujuan. Namun, di akhirat nanti, konon tiap manusia akan bersikap
individualistis. Manusia hanya akan peduli pada diri sendiri, pada nasib keselamatan
diri. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa aku harus menyiapkan bekal yang
cukup, agar saat di akhirat nanti aku bisa selamat.
Selain
menjadi pengingat akan perjalanan panjang akhirat, mendaki gunung juga menjadi sarana
nyata penumbuh rasa syukur sekaligus takjub dengan kemahabesaran Alloh SWT
dengan segala ciptaannya yang luar biasa. Berada di ketinggian memandangi
hamparan daratan sekitar yang begitu indah menyadarkanku betapa Alloh SWT
begitu maha besarnya. Aku yang hanya setitik makhluk ini tak kan terlihat jelas
dari gunung seberang sana. Sedangkan gunung besar nan tinggi yang ku daki pun
akan Nampak sangat kecil sekali bila dibandingkan dengan luasnya bumi. Rasa syukur
membuncah, ketika menyadari bahwa Alloh SWT telah memampukanku untuk sampai ke
puncak. Bisa saja aku mengalami kendala dalam perjalanan, namun Alloh
membuatnya tidak terjadi.
Orang
bisa saja melihat keindahan alam gunung melalui video atau foto yang tersebar
di berbagai media. Namun percayalah, ketakjuban akan keindahan alam gunung yang
sebenarnya hanya akan dirasa maksimal oleh mereka yang secara langsung berada
di tempat tersebut. Logikanya, melihat foto dan videonya saja sudah takjub,
apalagi merasakannya secara langsung. Begitu luar biasa kuasa Alloh menciptakan
keindahan alam semesta.
Pendakian
gunung memang bisa menjadi perjalanan spiritual. Namun tak semua orang bisa
merasakan spiritualitas pendakian tersebut. Hanya orang-orang yang mau
menyisihkan waktu dan ruang pikirnya untuk merenungi sisi spiritualitas tersebut
saja lah yang mampu merasakannya. Aku merasa beruntung bisa mendapatkan
pelajaran spiritual dari pendakian gunung yang aku lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar