Senin, 18 Januari 2021

Hobi Mendaki

 

”Hobi adalah hal yang bisa membuat orang bahagia. Beruntunglah orang-orang yang memiliki banyak hobi, karena dengannya mereka memiliki banyak cara untuk bisa bahagia”

 


Aku sempat berpikir bagaimana bisa beberapa orang memiliki hobi mendaki gunung. Persepsi dominan yang aku miliki terkait pendakian gunung lekat dengan kata “melelahkan”. Sebagaimana pepatah mengatakan “tak kenal maka tak sayang”, aku mencoba berusaha mengetahui alasan di balik kegemaran orang melakukan pendakian gunung.

Untuk mendapatkan jawaban atas alasan orang
memiliki hobi mendaki gunung, aku sempatkan diri untuk bergabung mendaki gunung dengan beberapa teman yang punya hobi mendaki gunung. Tak tanggung-tanggung, Gunung Sumbing jadi destinasi pendakianku. Kesan awal saat mulai mendaki Gunung Sumbing cukup positif. Jalur Kaliangkrik yang terletak di wilayah Kab. Magelang tersebut menyuguhkan suasana asri nan permai. Apalagi basecamp nya terletak di Dusun Butuh yang umumnya dikenal dengan nama Nepal Van Java, karena nuansa Desanya yang mirip seperti Desa-Desa di Nepal.

Mulai mendaki, aku masih belum menemukan jawaban atas pertanyaan tentang mengapa banyak orang yang suka mendaki gunung. beban berat yang aku bawa membuatku sempat merasa bahwa sepertinya akan sulit mendapatkan jawaban tentang alasan kenapa mendaki gunung layak disukai atau bahkan dijadikan hobi. Baru ketika kami mencapai pos pertama, dengan suguhan pemandangan gemerlapnya cahaya di wilayah nan jauh di bawa, aku merasakan satu kepuasan. Berada di wilayah ketinggian di malam hari dengan hamparan pemandangan luas di bawahnya merupakan kesenangan tersendiri.



Jalanan menanjak disertai beban yang harus dibawa tentu menjadi tantangan tersendiri. Berat dirasa, tentunya. Apalagi dalam kondisi menapaki jalan menanjak, tak ada aktivitas lain yang dirasa perlu untuk dilakukan selain focus melakukan perjalanan. Bahkan, saling bercanda tawa pun akan terasa tidak menyenangkan. Berbicara saat lelah mendaki ternyata bukan hal yang bagus. Sampai di sini, belum ku temukan sepenuhnya, alasan untuk senang mendaki, meskipun aku sudah sempat merasakan indahnya melihat hamparan gemerlapnya lampu di berbagai wilayah di bawah sana.

Sampai di pos 2, aku mulai merenung, membanggakan diri karena sudah sukses menaklukkan dua pos yang penuh tantangan. “medan menanjak dengan jarak lebih dari 2 km telah aku tempuh, dan ternyata aku bisa”, pikirku. Belum terbayang dalam pikiranku, berapa kilometre lagi yang harus ku tempuh untuk mencapai puncak. Pun belium terbayang seperti apa medan yang harus dilalui setelahnya. Perjalanan pun kami lanjutkan, hingga pada titik istirahat selanjutnya aku merasakan sesuatu yang luar biasa. Kami berhenti sejenak melepas lelah di tengah malam. Seketika aku meminta teman-temanku untuk hening beberapa saat supaya bisa sepenuhnya menikmati suasana keheningan malam di pegunungan. Menikmati keheningan tersebut ternyata rasanya begitu menentramkan. Suara alam berupa lirihnya angina sepoi-sepoi, dan suara hewan serangga entah apa namanya, benar-benar terasa seperti terapi psiklogis yang sangat membuat nyaman jiwa dan pikiran.

Perjalanan kami lanjutkan, hingga tiba lah kami di pos 3. Di pos tersebut, banyak pendaki yang memasang tenda. Namun aku sengaja mengajak teman-temanku untuk melanjutkan perjalanan hingga ke lokasi pendirian tenda paling dekat dengan puncak. Pemandangan alam dari pos 3 sangat menakjubkan. Jangkauan pandanganku jauh lebih luas lagi. Di depanku, hamparan gemerlapnya lampu desa dan kota terlihat begitu indahnya. Aku sudah mencapai titik ketinggian sekitar 2.5 km.

Setelah melalui medan perjalanan yang sangat terjal, tibalah kami di pos 4. Itu lah pos yang paling dekat dengan Puncak Sejati Gunung Sumbing.  Dari pos tersebut, pemandangan berupa hamparan wilayah yang ada di bawah nan jauh disana begitu indah. Magelang, salatiga, temanggung, dan jogja terlihat seperti begitu dekat. Bintang-bintang terhampar indah di luasnya langit, semakin menambah rasa takjubku kepada Alloh SWT. Di pos tersebut, tidak ada tenda lain yang didirikan. Lahan pendirian tenda yang ada di pos tersebut sanbat terbatas, karena hanya ada sedikit bidang tanah yang cukup datar untuk menjadi tempat pendirian tenda. Sisanya adalah lereng terjal nan curam  yang tak mungkin untuk dijadikan tempat pendirian tenda. Tepat pukul 13.15, kami mencapai pos tersebut. Tak berpikir lama, sebagian dari kami bergegas mendirikan tenda. Sebagian lainnya meyalakan kompor untuk menyiapkan makanan dan minuman hangat. Tak banuak aktivitas malam yang kami jalani setelah selesai pendirian tenda, selain makan minum secukunya dan tidur pulas. Pagi hari pukul 5 kami terbangun, melakukan ibadah shubuh, dan setelah itu melihat keluar tenda dengan penampakan sunrise yang seolah disuguhkan tepat di hadapan kami. Kemegahan ciptaan Alloh SWT terasa hadir di pagi itu.



Pukul 6.15 pagi, kami bergegas melakukan pendakian menuju Puncak Sejati. Entah apa sejarah di balik penamaan Puncak Sejati. Namun aku menduga, bahwa naman Puncak Sejati tersebut dimaksudkan bahwa hanya para pendaki sejatilah yang mampu mencapai puncak tersebut. Hal ini bisa dipahami, melihat begitu terjalnya medan yang harus dilalui untuk mencapai puncak tersebut. Berada di tempat setinggi itu, diriku merasa ngeri. Pikiran berandai-andai, bagaimana jika pendaki tergelincir ke jurang, bagaimana jika terjadi badai, bagaimana jika ada bebatuan yang mengglinding, dan pengandaian-pengandaian mengerikan lainnya. Bersyukur, kami selamat sampai puncak tersebut. Rasa puas dan bahagia pun membuncah ketika sampai di Puncak Sejati. Pemandangan indah dan istimewa sudah menjadi keniscayaan. Rasa lelah yang setelah berpeluh dengan tantangan pendakian terbayar lunas, dan terasa tidak sia-sia.







Banyak pendaki yang mengabadikan momen di puncak tersebut. Bahkan ada yang dengan sebegitu niatnya membawa drone serta kamera canggih. Aku sendiri, mengabadikan momen melalui kamera dengan secukupnya saja. Selebihnya, aku lebih menikmati perenungan. Ternyata aku yang merupakan seorang pendaki pemula bisa sampai di puncak tersebut. Ku lihat sekeliling puncak, nampak gunung Merbabu, Sindoro, Merapi, Ungaran, Prau, bahkan pucuk Gunung Lawu. Aku merasa hanya beberapa meter saja dari langit. Begitu besar kuasa Alloh menciptakan alam se-megah itu. Itu baru setitik ciptaan Alloh, diantara ciptaan-ciptaannya yang begitu luar biasa yang tak terhitung jumlahnya.

Kini sepertinya aku memiliki hobi baru, “mendaki gunung”.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar