Belum sempat aku
turunkan tas carrier di Basecamp selesai mendaki, aku tertegun melihat fenomena
ini. Aku menyebutnya sebagai fenomena, karena yang kuyakini, hal ini
berlangsung relative belum begitu lama. Ataukah aku yang kurang update? Langsung
saja aku aktifkan kamera untuk mengabadikan gambar melalui perekam video. Seorang
pendaki dan dua orang petugas dari Basecamp Kaliangkrik Pendakian Gunung
Sumbing sedang menghitung jumlah sampah yang dibawa oleh pendaki. Jumlah sampah
yang dibawa selepas mendaki harus sesuai dengan jumlah barang berpotensi sampah
yang dibawa saat mendaki. Jika jumlahnya tidak sesuai, maka aka nada denda yang
nilainya cukup membuat jera.
Aku sangat takjub
dengan hal tersebut. Selama ini aku sangat resah dengan perilaku sebagian masyarakat
yang abai terhadap kelestarian lingkungan, terlebih lingkungan pendakian. Pada tahun
2019, ada sebuah artikel yang mengulas fakta tentang menumpuknya sampah di Gunung
Semeru. Dari data yang diambil oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru, tercatat bahwa rata-rata setiap pengunjung membuang sekitar 0.5
kilogram sampah. Jika satu hari ada sekitar 500 orang yang mendaki gunung
Semeru, maka diperkirakan ada sekitar 250 kg sampah yang ditinggalkan setiap
hari. Jumlah yang sangat mengkhawatirkan. Artikel tersebut dipublikasikan di
sebuah portal berita online pada bulan Juni 2019. Kondisi seperti itu mungkin
kurang lebih sama dengan kondisi di tempat pendakian Gunung lainnya.
Sampah di sekitar Danau Ranu Kumbolo, Gunung Semeru. (Foto: BBC Indonesia) |
Aku sendiri belum tahu, apakah praktik control terhadap sampah yang dilakukan oleh Basecamp Kalinagkrik dilakukan juga di basecamp-basecamp gunung lain. Andai benar bahwa perubahan positif tersebut sudah meluas, maka ini adalah hal yang sangat menggembirakan sekaligus membanggakan. Bangga karena ternyata masyarakat kita bisa memiliki perilaku melestarikan lingkungan. Aku teringat dengan sebuah kata-kata anonym bahwa bukan karena perilaku masyarakat kita semata yang menjadikan lingkungan sekitar kita kumuh, melainkan karena aturan yang tidak tegas. Buktinya, ketika orang Indonesia berkunjung ke Singapura atau Jepang, mereka bisa berperilaku baik terhadap lingkungan. Begitu pula banyak wisatawan mancanegara yang notabenenya berasal dari Negara maju yang menunjukkan perilaku tidak tertib ketika berkunjung ke sebuah lingkungan Negara lain yang tidak memiliki aturan yang ketat.
Praktik control terhadap
sampah yang dilakukan oleh para petugas basecamp Kaliangkrik perlu diterapkan
pula di basecamp-basecamp lain. Seyogyanya, praktik control sampah ini
dipraktikkan pula di tempat-tempat yang potensial mengundang kerumunan, seperti
tempat wisata. Yakinlah, dengan aturan yang tegas, maka perilaku hidup bersih
masyarakat bisa tumbuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar