Mulai
seminggu terakhir ini, aku dipaksa oleh sebuah keadaan untuk belajar ilmu statistik.
Ada sekian aplikasi, salah satunya adalah SPSS (Statistical Package for Social Science), yang aku mau tidak mau harus familiar dengannya.
Bagi
sebagian orang, statistic adalah ilmu yang mudah dan menyenangkan. Namun tidak
bagiku. Pikiran dan perasaan sudah terlanjur tidak nyaman dengan hal yang
berhubungan dengan olah data, angka, dan hitung-hitungan lainnya yang rumit.
Menghadapi
ilmu statstik rasanya seperti sebuah pertaruhan bagi diriku. Pertaruhan tentang
apakah aku bisa memotivasi diri untuk bisa menyenangi hal yang harus aku
pelajari. Sebuah motivasi yang selama ini kerap aku sampaikan kepada anak
didikku.
Andai
aku tak bisa menang atas pertaruhan ini, dengan kata lain aku tidak berhasil
menyenangi ilmu ini, maka sama saja untaian kata-kata mutiaraku saat memotivasi
para anak didik untuk belajar adalah omong kosong belaka.
Cukup
frustasi dengan awal perkenalan dengan ilmu statistic yang kurang menyenangkan,
aku berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan bagaimana caranya bisa
menyenangi ilmu tersebut. Aku coba gali untuk memahami secara dalam tentang apa
manfaat yang bisa aku raih dengan mempelajari ilmu statistic ini. Sekian banyak
literature dan sumber inspirasi aku akses, hasilnya aku mendapatkan jawaban dalam
waktu yang relative tidak lama.
Perlahan
aku meyakini bahwa ilmu statistik beserta semua pernak pernik turunannya, akan
sangat bermanfaat bagiku dalam melakukan penelitian-penelitan di masa yang akan
dating.
Sedari
kuliah S1 aku selalu menghindari statistic. Itulah alas an utama kenapa aku
melakukan penelitian kualitatif saat mengerjakan skripsi S1 dulu.
Memahami
ilmu statistic juga aku rasa akan sangat bermanfaat untuk keperluan bisnis. Untuk
hal yang satu ini, memang seperti masih abstrak. Namun aku ada gambaran jelas
dalam pikiran tentang manfaat ilmu statistic terhadap bisnis.
Kini,
aku memiliki alas an jelas kenapa aku harus belajar statistic, mulai dari
dasar. Dengan demikian, belajarku akan ilmu tersebut aku lakukan secara
sukarela, sebagai sebuah kebutuhan, ketimbang sebuah pemenuhan kewajiban yang
tentu memberi beban secara psikologis.
Aku merasa
menang atas pertaruhan ini. Aku bisa memenuhi tanggungjawab moral untuk bisa membuktikan
sendiri kata-kata mutiara sebagai motivasi yang selama ini sering aku sampaikan
ke anak didik ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar