Jumat, 10 April 2020

Efisiensi tugas Administrasi Pendidik dan Momentum Peningkatan Kualitas Pembelajaran




Saya termasuk salah seorang yang sangat setuju dengan ide Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mas Nadiem Makarim, bahwa guru tidak perl membuat administrasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berlembar-lembar. Cukup dengan satu sampai tiga lembar. Sudah lama guru disibukkan dengan aktivitas penuh formalitas dimana oleh system yang ada mereka harus menyediakan bukti fisik RPP berlembar-lembar. Desain baku RPP sebegitu detilnya, sehingga waktu guru banyak yang terhabiskan dalam hal yang relative tidak begitu substansial tersebut.
 Inti pokok dari pendidikan formal semestinya adalah kualitas pembelajaran, yang bermuara pada terwujudnya tujuan pendidikan, yaitu terbentuknya karakter generasi yang dilengkapi dengan kecerdasan serta keterampilan untuk bisa menjadi pribadi yang siap menghadapi berbagai tantangan di dalam kehidupan. Jika kita membahas tujuan dari pendidikan, maka aka nada banyak interpretasi. Namun inti dari tujuan pendidikan adalah berkembangnya karakter, kecerdasan, dan keterampilan peserta belajar.
Niat awal diberlakukannya bentuk baku RPP yang berlemba-lembar mungkin positif. Barangkali hal tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa setiap hal kecil dalam proses pembelajaran disiapkan dengan sempurna. Namun, ketika dipraktikkan, hal tersebut justru terkesan berlebihan dan kurang sejalan dari esensi dari pelaksanaan pembelajaran.
Bapak Menteri, dalam mewacanakan idenya, tentu bukan tanpa dasar. Sepertinya beliau ingin mengajak semua insan pendidikan untuk berorientasi pada esensi utama pendidikan, sehingga tidak terjebak pada hal-hal yang tidak substansial. Jikapara insan pendidik mau menyadari, sebenarnya ini adalah momentum yang sangat baik untuk memperbaiki kualitas pendidikan, yang dimulai dari pembenahan kualitas pembelajaran. Guru sudah tidak dibebani lagi administrasi yang berlebihan. Semestinya, waktu yang sebelumnya tersita untuk mengurus administrasi pembelajaran yang berlebiha bisa digunakan oleh para peserta didik untuk focus meningkatkan kualitas praktik pembelajaran. Bagaimana agar peserta didik antusias belajar. Bagaimana agar mereka bisa mejadi pembelajar mandiri. Bagaimana pula agar sumber belajar bisa bermacam-macam, sehingga ada kesan variasi dan kreativitas, agar tidak ada rasa bosan dalam belajar.
Ini adalah momentum bagi pendidik untuk terus menerus belajar meningkatkan kompetensi agar profesionalisme mereka dalam mengajar terus meningkat. Sudah sangat jelas apa saja kometensi yang semestinya ditingkatkan oleh pendidik. Berdasarkan Undang-undang Nomor 14  tahun 2005 Pasal 10, ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki dan ditingkatkan oleh Pendidik, yaitu Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, serta Kompetensi Sosial. Masing-masing kompetensi tersebut memiliki berbagai topic area tersendiri yang menjadi fokusnya.
Untuk meningkatkan kompetensi pedagogic, pendidik perlu terus belajar tentang psikologi, baik psikologi pembelajaran,  psikologi perkembangan individu (remaja), maupun psikologi yang terkait dengan diri pendidik sendiri. Hal tersebut sangat penting, karena efektivitas pembelajaran banyak dipengaruhi oleh factor psikologis. Untuk meningkatkan kompetensi kepribadian, pendidik perlu belajar banyak tenang bagaimana menjadi role model yang baik. Berbagai sumber bacaa, serta video tentang pengembangan diri bisa menjadi pendukung yang baik. Meningkatkan kompetensi professional, pendidik harus terus mengupgrade kemampuan serta pemahamannya akan hal yang menjadi bidangnya. Sesungguhnya ilmu terus berkembang, seiring dengan berkembangnya peradaban manusia. Namun masih banyak pendidik yang enggan mengupgrade ilmu mereka, dan hanya mengandalkan ilmu yang mereka dapatkan semasa kuliah keguruan bertahun-tahun yang lalu. Akibatnya, peserta didik merasa seperti diberikan sesuatu yang sudah sangat usang dan tak relevan lagi dengan kehidupan masa sekarang. Untuk meningkatkan kompetensi social, pendidik perlu bersinergi dengan berbagai pihak dalam mengupayakan terselenggaranya pendidikan dengan baik.
Intinya, pendidik sudah semestinya mengalokasikan waktu yang sedianya untuk mengurus hal-hal administrative, untuk meningkatkan kompetensi diri. Andai gagasan Mas Mendikbud diterjemahkan oleh pendidik sebagai momentum untuk memperbaiki kompetensi pendidik dan kualitas pembelajaran, maka ini akan mejadi sebuah sinergi yang akan berdampak nyata terhadap meningkatnya kualitas pendidikan.
Pertanyaannya, sudahkah pendidik memiliki kesadaran tersebut? Ataukah pendidik hanya menyikapinya sebagai hal melegakan yang mengurangi beban kesibukan mereka, namun tak melakukan pembenahan dalam kualitas pembelajaran? Jika demikian, maka PR Mas Menteri masih sangat besar. Tugas kita-kita yang memiliki kesadaran tersebut untuk menjadi penggerak bagi perubahan kualitas pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar