Saat berkunjung ke KL
Tower awal bulan Juli ini, aku mengamati sekeluarga turis asal Indonesia. Mereka
adalah sepasang suami istri dengan dua anak. Kebetulan, kami masuk dan keluar
dari Observation Deck KL Tower Bersama. Saya tidak sempat berkenalan dengan
mereka, namun entah kenapa aku secara tidak sengaja mengamati mereka.
Hal yang aku amati dari
mereka adalah aktivitas mereka selama berada di area KL Tower. Aku melihat
betapa mereka “effort” banget untuk mengambil foto. Pengambil foto adalah sang
ayah. Satu demi satu anggota keluarga difoto. Ketika sang ayah ingin foto
sendiri, dia nampak lebih memilih untuk mempercayakan tugas pemotretan kepada
fitur “timer” kamera, daripada anak atau istrinya.
Berbagai pose foto
dilakukan. Bahkan setiap orang melakukan berbagai take foto. Yang aku simpulkan
dari perilaku mereka adalah bahwa mereka menikmati berkunjung ke KL Tower
tersebut dengan berfoto. Nampak jelas focus mereka hanya mengabadikan gambar
dan video, alih-alih duduk sejenak menikmati pemandangan kota dari ketinggian
di Observatory Deck tersebut. Selain keluarga tersebut, sebenarnya ada banyak pengunjung
yang nampak hanya focus pada urusan mengabadikan momen melalui pengambilan foto
dan video.
Aku, memang beberapa kali
mengabadikan momen berada di tempat tersebut dengan ambil gambar selfie dan
meminta tolong teman untuk mengambilkan gambar dan video. Namun aku merasa
cukup dengan ambil beberapa pose foto saja. Selebihnya, aku habiskan waktu lebih
banyak untuk benar-benar menikmati pemandangan indahnya kota yang nampak jelas
dari ketinggian.
Yang aku simpulkan dari
peristiwa tersebut adalah betapa banyak manusia sudah didikte oleh teknologi. Mereka
tidak lagi menikmati tempat wisata dengan bergumul dengan tempat wisata
tersebut. Mereka lebih memilih mengabadikan momen berkunjung ke tempat wisata
tersebut dengan mengambil foto dan video sebanyak-banyaknya untuk dibagikan ke
media social. Dorongan untuk mencari validasi kebahagiaan di media social nampak
lebih besar ketimbangan keinginan untuk menikmati wisata melalui bercumbu
dengan suasana tanpa kamera.
Dulu aku sempat seperti keluarga
yang kuamati itu. setiap berwisata, atau berkunjung ke tempat baru yang indah,
aku pastikan wajah atau badanku ada di jepretan kamera. Aku berusaha mencari
validasi dari public, untuk meraih kekaguman orang lain atas kemampuanku bisa
berada di tempat-tempat tersebut. Seiring berjalannya waktu, caraku menikmati
tempat wisata sudah tidak lagi foto-oriented. Aku lebih suka menikmati suasana,
entah itu berjalan pelan menyusuri pantai sembari menikmati semilirnya angin,
duduk santai di sebuah café di Kintamani menikmati pemandangan gunung Batur
dengan secangkir kopi dan teman bicara, menyusuri jalanan sempit dimana aku
bisa melihat kekhasan dari budaya yang ada di daerah tersebut, menikmati kuliner khas setempat, atau
bercengkerama dengan orang local.
Setiap orang memang boleh
memiliki cara mereka masing-masing untuk menikmati tempat wisata. Namun aku merasa
merdeka karena tidak lagi terobsesi untuk focus pada kamera saat berwisata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar