Kepemimpinan bukan lah soal otoritas semata.
Kepemimpinan adalah tentang pengaruh. Mengapa demikian? Karena ada orang yang
memiliki otoritas sebagai pemimpin, namun ia tidak bisa mengarahkan organisasi
atau komunitas yang dipimpinnya secara efektif. Sementara, ada orang yang tidak
memiliki otoritas sebagai pemimpin, namun ia mampu memberi warna dominan pada
komunitas dimana dia berada. Tulisan ini tidak akan membahas kepemimpinan dalam
konteks kemampuan seseorang untuk memberi pengaruh. Namun tulisan ini fokus
pada bagaimana kepemimpinan formal di sekolah bisa berjalan efektif. Kenapa efektifitas
kepemimpinan di sekolah perlu dibahas? Karena apa gunanya kepemimpinan jika ia
tidak memberikan dampak kemajuan bagi sekolah. Ketiadaan efektivitas
kepemimpinan di sekolah akan menjadikan sekolah laksana kapal yang melaju tanpa
arah yang jelas. Atau sekalipun kapal tersebut ada kejelasan arah, namun ia tidak
melaju dengan efektif dan efisien. Misalnya, mungkin kecepatan kapal kurang
sesuai, atau bahan bakar yang digunakan kurang efisien, dan kekurangan-kekurangan
lainnya.
Ada pertanyaan yang seringkali muncul dalam diskusi
kepemimpinan sekolah. Seperti apa sih wujud kepemimpinan yang efektif di
sekolah itu?
Kadang, seseorang yang memimpin sekolah cenderung
mengedepankan ego. Karena berposisi sebagai pemimpin, mereka merasa bahwa
segala sesuatu harus diputuskan berdasarkan kehendak atau idenya. Orang lain
harus tunduk dan patuh. Model kepemimpinan seperti itu sudah using, dan tidak
relevan dengan perkembangan zaman. Mungkin model kepemimpinan seperti itu
relevan jika diterapkan pada organisasi perusahaan yang dimiliki secara
pribadi. Namun dalam konteks organisasi public seperti sekolah, model
kepemimpinan seperti itu tidak layak diterapkan.
Karakter kepemimpinan efektif yang pertama adalah penempatan
the right man in the right place. Ini
adalah hal yang idealnya diterapkan dalam praktik kepemimpinan. Seorang pemimpin
efektif akan mendelegasikan suatu urusan kepada anak buahnya berdasarkan
kompetensi dan kapasitas yang dimilikinya, bukan berdasarkan kecenderungan like and dislike. Penugasan berdasarkan Like and dislike biasanya dilakukan oleh
seorang pemimpin yang kurang percaya diri atas kemampuannya.
Karakter yang kedua adalah penerapan model
kepemimpinan terdistribusi (distributed leadership). Ini adalah model
kepemimpinan yang menekankan pada pelibatan semua elemen dalam organisasi dalam
hal pengambilan keputusan/kebijakan organisasi. Seorang pemimpin yang efektif
akan percaya diri bahwa ia adalah orang yang bisa mengendalikan situasi,
meskipun ia melibatkan banyak orang dalam pengambilan keputusan/kebijakan. Sikap
memilih untuk tidak melibatkan banyak pihak dalam pengambilan kebijakan
biasanya dilakukan oleh orang yang insecure terhadap kapasitas kepemimpinannya.
Karakter ketiga adalah mampu membantu setiap individu di
sekolah untuk memiliki visi. Visi misi manajemen sekolah yang terdiri dari
kepala sekolah, guru dan staf karyawan sudah jelas, yaitu melayani peserta
didik. Mereka digaji untuk itu. Namun, bukan hanya mereka saja yang semestinya
memiliki visi, melainkan juga peserta didik sendiri. Jika visi misi manajemen
sekolah adalah melayani peserta didik, maka visi misi peserta didik bersivat
individual, dan mereka perlu dibantu untuk memiliki visi dan mewujudkannya. Dalam
menjalani aktivitas pendidikan di sekolah, setiap peserta didik semestinya
memiliki tujuan yang jelas tentang apa yang ingin mereka capai. Hal yang
dicapai semestinya bukan semata hal yang berkaitan dengan tujuan jangka pendek
seperti nilai raport atau ijasah, karena sekolah hanyalah sebagian dari proses
mereka menuju masa depan yang gemilang. Tiga tahun lamanya menjalani studi
semestinya menjadi momentum untuk mewujudkan cita-cita besar peserta didik.
Karakter ketiga adalah kepekaan terhadap isu-isu sekolah
dan mencari solusi dengan melibatkan semua pihak. Meskipun sekolah adalah
sebuah entitas yang relative kecil, namun ia tidak jauh dari permasalahan. Ada masalah
yang berkaitan dengan lingkungan seperti banyaknya sampah dan kurangnya estetika
lingkungan. Ada masalah terkait hubungan antar individu. Ada masalah terkait
kurangnya pemahaman peserta didik tentang cara belajar yang efektif. Ada kendala
dalam kampanye literasi. Ada masalah tentang memudarnya budaya belajar (learning culture). Ada masalah tentang kedisiplinan.
Ada masalah tentang keharmonisan keluarga peserta didik yang berpengaruh
terhadap performa akademik mereka. Ada masalah yang berkaitan dengan kurang
terakomodirnya bakat dan minat peserta didik. Dan masalah-masalah lainnya. Pemimpin
yang efektif mampu mengidentifikasi semua masalah yang ada, dengan perangkat
yang mereka miliki. Pemimpin efektif juga mampu melibatkan banyak pihak dalam
merumuskan solusi. Pelibatan banyak pihak dalam merumuskan solusi itu sangat
penting, karena hal tersebut bisa meningkatkan sense of belonging semua pihak terhadap entitas sekolah.
Bersambung…………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar