Rabu, 06 Juli 2022

Naik Rollercoaster atau Boomboom Car?: Respon terhadap The Subtle Art of not Giving a Fuck

  

Membaca buku The Subtle Art of Not Giving a Fuck, ada satu bagian menarik yang membuat beberapa orang memilih sikap untuk tidak membuat target besar dalam hidup. Sikap tersebut diilhamdi oleh bagian dari buku tersebut yang menyatakan bahwa dalam hidup ini, hal-hal yang membuat kita kecewa kadang adalah goal yang terlalu besar. Seringkali, goal yang kita ciptakan tidak bisa kita raih, dan itu lah sumber dari kekecewaan yang berujung ketidakbahagiaan.

Sebagai seorang pembaca kritis, aku tidak sepenuhnya setuju dengan semua pemikiran yang disampaikan oleh penulis melalui suatu buku, meskipun buku tersebut adalah buku super best-seller tingkat dunia. Dalam hal ini, aku juga tidak sepenuhnya setuju untuk akhirnya tidak membuat goal besar dalam hidup, hanya karena itu berpotensi menimbulkan kekecewaan. goal dan kekecewaan adalah dua hal yang seringkali muncul dalam satu paket. Tidak ada yang salah dengan keduanya. Semua orang yang sukses besar dalam bidang masing-masing pasti pernah merasakan kekecewaan. konon, Thomas Alfa Edison pernah melakukan ratusan percobaan sebelum akhirnya menemukan lampu pijar yang bermanfaat bagi manusia di seluruh bumi. Dalam tiap percobaan yang gagal, pasti lah ada rasa kecewa, karena harapannya tidak sesuai dengan kenyataan. Andai dia berhenti mencoba demi menghindari rasa kecewa, mungkin dia tidak akan tercatat dalam sejarah sebagai seorang penemu besar.

Aku sendiri pernah mengalami berbagai kekecewaan karena tidak sesuainya realita dengan harapan. Saat masih kuliah S1, aku pernah mencoba mengikuti berbagai seleksi program pertukaran pemuda ke antar Negara (PPAN). Itu adalah salah satu mid-term goals yang benar-benar aku dambakan untuk aku raih. Betapa kecewanya aku ketika aku gagal berkali-kali sampai aku tidak pernah sama sekali mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program tersebut. Kegagalan tesebut semakin terasa menyesakkan dada ketika aku mengingat proses persiapan yang alku jalani yang menurutku sudah sebegitu maksimalnya. Dari setiap kegagalan seleksi program PPAN tersebut aku selalu evaluasi diri untuk menemukan aspek mana yang aku harus perbaiki. Setiap evaluasi, aku selalu mendapatkan pelajaran. Ternyata aku masih kurang dalam hal kecakapan komunikasi, wawasan, penguasaan wawasan dan praktik budaya, serta teknik menjalani wawancara. Dari evaluasi tersebut, aku banyak-banyak belajar. Di antara sekian banyak kekurangan, strategi menjalani wawancara adalah hal yang menurutku paling kurang pada diriku. Setelah belajar banyak tentang wawancara melalui berbagai sumber, memiliki kebiasaan membaca dan serta praktik public speaking dengan jam terbang yang cukup tinggi, sekarang wawancara adalah bagian yang paling aku sukai. Aku merasa sangat well-prepared dengan wawancara apa pun, baik wawancara kerja, seleksi beasiswa, maupun wawancara apa pun. Hasilnya, dalam rentang waktu 10 tahun, aku mendapatkan empat program beasiswa bergengsi untuk studi di berbagai kampus ternama luar negeri.

Melalui tulisan ini, aku ingin meyakinkan pembaca bahwa taka pa jika kita pernah merasakan kecewa. Tak apa jika dalam hidup kita tidak dapat meraih semua goal. Tidak masalah jika kita kecewa dan menangis saat kita tidak meraih goal yang kita tetapkan. Yang bermasalah bukan melesetnya goal atau rasa kecewa yang melanda, melainkan sikap kita dalam menjalaninya. Orang bijak akan menyikapi kekecewaan sebagai pembelajara untuk menempa diri. Sementara orang yang masih perlu belajar tentang hidup akan bersikap bahwa kekecewaan adalah hal yang mutlak harus dihindari.

Hidup adalah soal pilihan. Ada orang yang memilih untuk hidup datar-datar saja, nyaman-nyaman saja. Namun yang perlu diingat adalah hidup sesingkat ini akan terasa sia-sia jika hanya dijalani datar-datar saja. Lagipula, apakah ada jaminan bahwa orang yang tidak ber-goal besar akan terbebas dari rasa kecewa? Belum tentu. Kata orag bijak, ketika seseorang berhenti bermimpi besar, justru dia adalah laksana prajurit yang sudah kalah duluan sebelum berperang. Setiap pilihan hidup ada konsekuensinya masing-masing. Menetapkan tujuan besar beresiko kecewa jika tidak berhasil meraihnya. Namun ia berpotensi menjadikan seseorang meraih sukses besar. Menetapkan tujuan hidup yang kecil mungkin menghindarkan seseorang dari rasa kecewa atas tidak diraihnya tujuan besar. Namun apa lah artinya hidup yang dijalani tanpa pernah kita mempertaruhkan hal terbesar kita.

“Hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar