Satu
pekerjaan penting yang harus dilakukan oleh pendidik adalah membantu peserta
didik memiliki motivasi belajar. Mereka datang ke kelas dengan bekal level motivasi
belajar yang beragam. Ada peserta didik yang memiliki motivasi tinggi, dan
sudah mengetahui pentingnya mempelajari suatu mata pelajaran. Ada pula peserta
didik yang tak tahu apa pentingnya mempelajari pelajaran tertentu. Perbedaan level
motivasi ini lah yang pada umumnya menciptakan dinamika dalam lingkungan
belajar di kelas.
Di awal
masa pembelajaran, seperti di awal semester, diskusi yang ada di kelas
semestinya berkaitan dengan pentingnya mempelajari mata pelajaran yang harus
mereka pelajari. Seorang peserta didik yang tinggal di desa dan belum pernah
merasakan pengalaman berinteraksi dengan orang dari luar negeri mungkin tidak
memahami mengapa mereka harus belajar bahasa Inggris. Seorang peserta didik
yang belum pernah memiliki pengalaman menghitung laba-rugi suatu usaha mungkin
tidak memahami apa pentingnya ilmu akuntansi. Seorang peserta didik yang hanya
berkutat dengan praktik hitung sederhana mungkin tidak memahami mengapa mereka
harus belajar Algoritma, Aljabar, dan ilmu matematika lainnya. Menyadari hal
ini, guru perlu membantu mereka memiliki kejelasan alasan, kenapa itu semua
harus mereka pelajari, dan apa manfaatnya buat mereka.
Setiap
individu pada dasarnya adalah makhluk egois dan subjektif. Mereka tertarik
terhadap apa yang penting buat mereka sendiri. Bobby De Porter, dalam bukunya “Quantum
Learning” menyatakan bahwa jika seorang pelajar tidak memiliki pemahaman
tentang manfaat nyata yang mereka bisa dapatkan dari hal yang mereka pelajari,
maka mereka sesungguhnya tidak akan belajar sama sekali. Sekalipun mereka
belajar, mungkin itu hanya sebagai mengugurkan kewajiban semata, dan tentu apa
yang mereka lalukan tersebut tidak akan membekas dalam pada diri mereka. “What’s
in it for me?”, atau apa manfaatnya bagiku, adalah pertanyaan pada peserta
didik yang guru harus membantu menjawabnya.
Seorang
lulusan SMA yang bekerja di suatu perusahaan bercerita pada saya. Pekerjaan yang
dia lakukan adalah menjadi admin perusahaan yang mengharuskannya untuk akrab
dengan program computer. Dia berkata betapa menyesalnya dia, karena dia tidak
sungguh-sungguh saat belajar ilmu Teknologi Informasi dan Komunikasi sewaktu
menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA). Waktu itu, dia tidak
memiliki pemahaman yang cukup tentang alas an mengapa pelajaran TIK itu
penting. Hal tersebut terjadi karena sang guru mata pelajaran tersebut kurang
memberikan pengarahan tentang manfaat dari mempelajari TIK. Saat belajar TIK,
yang terjadi di kelas di awal semester adalah langsung pengenalan materi,
sementara peserta didik belum memiliki pemahaman cukup tentang alasan mengapa
mereka harus mempelajari hal tersebut.
Di awal
pembelajaran, peserta didik perlu dibantu untuk menemukan dan memahami motivasi
belajar mereka. Guru sebaiknya jangan langsung mengenalkan materi sebelum
mereka berupaya menumbuhkan motivasi peserta didik. Tanpa adanya pemahaman
tentang pentingnya mempelajari suatu ilmu pengetahuan tertentu, peserta didik
hanya akan menjalani proses pembelajaran dengan rasa perbudakan. Mereka mungkin
akan tetap mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Mereka mungkin akan
terlihat memperhatikan penjelasan guru. Namun sejatinya yang mereka rasakan
adalah nuansa perbudakan, dimana mereka merasa harus melakukan sesuatu tanpa
tau apa arti melakukan hal tersebut.
Kemampuan
menumbuhkan motivasi belajar peserta didik adalah aspek kompetensi pedagogis yang
wajib guru miliki. Sayangnya kemampuan ini sepertinya masih dianggap sebagai hal
biasa. Memang perlu penelitian untuk menyimpulkan hal ini, namun hipotesis saya
menyatakan demikian. Kemampuan menumbuhkan motivasi itu perlu diasah. Guru perlu
akrab dengan buku-buku dan seminar-seminar tentang psikologi. Selain itu, guru
juga perlu memiliki kecakapan dalam meneliti. Banyak hal yang bisa mereka
teliti berkaitan dengan motivasi belajar, efektivitas pembelajaran dan segala
dinamika yang ada pada siswa dan lingkungan kelas, sebagai landasan (grounded
theory) untuk perbaikan mutu pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar