Sabtu, 22 Agustus 2020
Kerja Kelompok dan Eksistensi Kecerdasan Majemuk
Minggu, 09 Agustus 2020
Kursus Pedagogi Bagi Orang Tua Siswa
Picture: https://www.pinterest.com/pin/471048442249830915/ |
Di balik
kesuksesan belajar anak, biasanya ada peran lingkungan sekolah, keluarga, serta
komunitas dimana dia tinggal. Sepertinya susah untuk menemukan anak yang
memiliki pencapaian luar biasa tanpa dukungan ketiga aspek lingkungan tersebut.
Beruntung bagi anak yang memiliki dukungan maksimal ketiga lingkungan tersebut.
Namun pada kenyataannya, masih banyak anak yang memiliki kekurangan dukungan dari
salah satu atau beberapa lingkungan tersebut untuk belajar.
Di sekolah,
aktivitas belajar anak relative lebih efektif dibandingkan dengan aktivitas
belajar ketika dilakukan di rumah. Hal tersebut jelas, karena
aktivitas-aktivitas sekolah memang dirancang untuk focus pada pembelajaran. Namun
bagaimana dengan aktivitas belajar di rumah, apakah memiliki efektivitas yang
sama? Jawabannya tentu beragam. Setiap individu memiliki kondisi dan suasana
yang berbeda di lungkungan keluarga mereka. Sebagian keluarga memiliki support
system yang bagus terhadap belajarnya seorang individu pembelajar. Namun,
sebagian keluarga lainnya tidak memilikinya. Support system tersebut sangat
dipengaruhi oleh pemahaman orang tua anak akan bagaimana menciptakan atmosfir
yang bagus untuk aktivitas belajarnya anak mereka.
Saya
masih ingat masa-masa sekolah saya, dimana belajar adalah sebuah tantangan
besar. Mengapa dikatakan sebagai sebuah tantangan? Karena saya tidak memahami
apa itu belajar. Bagaimana cara belajar yang efektif. Bahkan saya kurang
mendapatkan atmosfir yang mendukung kondusivitas belajar di rumah. Di sekolah, saya
harus belajar, tanpa mengetahui gaya belajar seperti apa yang saya miliki untuk
bisa secara efektif memahami apa yang saya pelajari. Di rumah pun, saya
diserukan oleh orang tua untuk belajar, tanpa memiliki pemahaman tetang kenapa
saya harus belajar. Apa urgensinya belajar bagi kehidupan saya. Di rumah, tidak
jarang orang tua menyeru supaya saya belajar, sementara TV masih dibiarkan
menyala, kondisi ruang belajar kurang didukung fasilitas untuk belajar.
Ada banyak
variable yang menentukan efektivitas belajar. Sejatinya, setiap individu
memiliki gaya belajar masing-masing. Oleh para ahli pendidikan, setidaknya ada
tiga kecenderungan utama gaya belajar. Diantaranya adalah visual, auditori, dan
kinestetik. Sebagian individu memiliki satu gaya belajar yang menonjol. Sementara
sebagian lainnya, memiliki kecenderungan gaya belajar yang merupakan gabungan
dari dua atau ketiganya. Semestinya, efektivitas belajar dipengaruhi oleh
kondisi otak. Otak kita mengeluarkan beberapa gelombang yang berbeda dalam 24
jam putaran waktu. Dalam buku Quantum Learning, Bobby De Porter menjelaskan
bahwa otak kita akan maksimal melakukan aktivitas belajar saat ia memancarkan
gelombang alfa. Ada waktu-waktu tertentu
dimana otak kita memancarkan gelombang Alfa tersebut. Pemilihan waktu belajar
tentu menjadi berpengaruh terhadap efektivitas belajar. Selain itu, kondusivitas
fisik lingkungan belajar juga sangat berpengaruh. Bagaimana seorang pembelajar
visual bisa belajar efektif di lingkungan yang penuh berisik, suasana yang
tidak nyaman, serta lampu penerangan yang kurang. Masih banyak variable lainnya
yang berpengaruh terhadap efektivitas belajar.
Hal-hal
tersebut merupakan bagian dari ranah ilmu pedagogi. Mengingat peran orang tua
sangat besar terhadap kesuksesan belajar anak-anak mereka, semestinya mereka
juga memahami ilmu pedagogi. Selama ini ilmu pedagogi sangat lekat dengan guru.
Padahal orang tua juga memiliki peran sebagai pendidik bagi anak-anak mereka,
dan oleh karenanya mereka seharusnya memiliki pemahaman yang cukup tentang
pedagogi.
Untuk
mendukung suksesnya belajar anak, sinergi antara sekolah dengan orang tua
adalah sebuah keniscayaan. Lalu bagaimana contoh kongkrit menciptakan sinergi
tersebut? Selama ini, hubungan sekolah-orang tua pada umumnya hanya terbatas
pada pembahasan masalah pemenuhan kewajiban biaya administrasi anak serta penanganan
kenakalan anak di sekolah. Padahal, sekolah dan orang tua harus memiliki visi
yang sama untuk mewujudkan berhasilnya pendidikan anak.
Program
nyata yang bisa diselengarakan oleh sekolah untuk bersinergi dengan orang tua
adalah berupa “Kursus Menciptakan Kondusivitas Belajar”. Program ini dilakukan
dengan cara menyelenggarakan seminar atau kuliah pendidikan bagi orang tua
tentang bagaimana menciptakan kondusivitas bagi belajar anak. Orang tua diberi
pemahaman tentang pedagogi. Orang tua diberi pemahaman tentang menetapkan visi
mereka dalam menyekolahkan anak-anak mereka. Ditetapkannya visi tersebut
sangatlah penting, agar proses belajar anak sekian tahun di sekolah benar-benar
mengarah pada suatu tujuan, bukan sebatas melewati kewajiban masa bersekolah
saja. Kursus tersebut bisa dilakukan saat anak memasuki awal tahun pelajaran
pada tingkat pertama.
Sekolah
juga perlu menyediakan wadah komunikasi dengan orang tua, untuk mendukung
sinergi yang berkesinambungan antara keduanya. Perkembangan anak dalam hal
perilaku, kompetensi serta kognisi dalam proses belajar bisa didiskusikan
melalui wadah komunikasi tersebut. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi sangat memungkinkan tersedianya wadah komunikasi tersebut.
Jumat, 07 Agustus 2020
Mindset Guru dan Top 10 Skills in 2020
Ada catatan menarik yang diambil dari laporan dari World Economic Forum 2020.
Dalam kurun waktu 5 tahun saja, secara signifikan ada pergeseran orientasi skill yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan zaman.
Bagaimana jika pendidik masih mengajar dengan cara yang sama bertahun-tahun tanpa ada improvisasi yang selaras dengan tuntutan perubahan zaman?
Bisa diprediksi hasilnya. Yaitu susahnya peserta didik survive dalam menghadapi tantangan zaman.
Kutikulum berubah itu perlu.
Lebih perlu lagi adalah perubahan mindset serta bertambahnya kecakapan guru dalam mendidik.
Mendidik dengan cara-cara lama, berpedoman pada paradigma lama, yang disebabkan oleh keengganan untuk belajar dan meng-upgrade ilmu, menciptakan gap besar antara apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh peserta didik dengan apa yang diajarkan pada mereka.
Proses pembelajaran daring di masa pandemi ini bisa menjadi gambaran, apakah guru benar-benar memiliki mindset perubahan, ataukah masih terpaku pada mindset lama.
Betul memang bahwa pembelajaran dari sekarang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Kesannya keren, canggih, dan mutakhir.
Tapi tunggu dulu!
Mindset anti perubahan akan tetap tercermin dalam praktik penyelenggaraan pembelajaran daring yang menggunakan teknologi tersebut.
Pembelajaran daring yang isinya hanya penugasan membaca materi, disusul serangkaian instrumen penilaian berupa pertanyaan-pertanyaan yang dalam skala Taksonomi Bloom hanya menyentuh ranah dasar seperti memahami dan mengingat, jelas menunjukan belum berubahnya mindset guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Ini salah satu contoh saja.
Poinnya adalah bahwa pengembangan kompetensi dan mindset guru harus jadi salah satu pethatian utama dalam pengambilan kebijakan pendidikan.
Harus ada banyak program pengembangan profesionalitas guru yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bukan secara sporadis.
Laporam World Exonomic Forum.memberikan gambaran tentang perubahan prioritas skill yang harus dimiliki oleh individu untuk bisa survive dan menang dalam menghadapi tantangan zaman.
Hal tersebut bisa menjadi acuan bagi pemerintah setiap negara untuk mengadaptasikan sistem pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Namun yang menjadi jembatan untuk mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan perubahan zaman adalah guru.
Konsekuensi logisnya adalah upaya mendorong guru untuk memiliki mindset perubahan sangatlah penting.
Pengembangan kompetensi guru secara berkesinambungan harus dilakukan.
Minggu, 02 Agustus 2020
Statistics : from sick to addict
Mulai
seminggu terakhir ini, aku dipaksa oleh sebuah keadaan untuk belajar ilmu statistik.
Ada sekian aplikasi, salah satunya adalah SPSS (Statistical Package for Social Science), yang aku mau tidak mau harus familiar dengannya.
Bagi
sebagian orang, statistic adalah ilmu yang mudah dan menyenangkan. Namun tidak
bagiku. Pikiran dan perasaan sudah terlanjur tidak nyaman dengan hal yang
berhubungan dengan olah data, angka, dan hitung-hitungan lainnya yang rumit.
Menghadapi
ilmu statstik rasanya seperti sebuah pertaruhan bagi diriku. Pertaruhan tentang
apakah aku bisa memotivasi diri untuk bisa menyenangi hal yang harus aku
pelajari. Sebuah motivasi yang selama ini kerap aku sampaikan kepada anak
didikku.
Andai
aku tak bisa menang atas pertaruhan ini, dengan kata lain aku tidak berhasil
menyenangi ilmu ini, maka sama saja untaian kata-kata mutiaraku saat memotivasi
para anak didik untuk belajar adalah omong kosong belaka.
Cukup
frustasi dengan awal perkenalan dengan ilmu statistic yang kurang menyenangkan,
aku berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan bagaimana caranya bisa
menyenangi ilmu tersebut. Aku coba gali untuk memahami secara dalam tentang apa
manfaat yang bisa aku raih dengan mempelajari ilmu statistic ini. Sekian banyak
literature dan sumber inspirasi aku akses, hasilnya aku mendapatkan jawaban dalam
waktu yang relative tidak lama.
Perlahan
aku meyakini bahwa ilmu statistik beserta semua pernak pernik turunannya, akan
sangat bermanfaat bagiku dalam melakukan penelitian-penelitan di masa yang akan
dating.
Sedari
kuliah S1 aku selalu menghindari statistic. Itulah alas an utama kenapa aku
melakukan penelitian kualitatif saat mengerjakan skripsi S1 dulu.
Memahami
ilmu statistic juga aku rasa akan sangat bermanfaat untuk keperluan bisnis. Untuk
hal yang satu ini, memang seperti masih abstrak. Namun aku ada gambaran jelas
dalam pikiran tentang manfaat ilmu statistic terhadap bisnis.
Kini,
aku memiliki alas an jelas kenapa aku harus belajar statistic, mulai dari
dasar. Dengan demikian, belajarku akan ilmu tersebut aku lakukan secara
sukarela, sebagai sebuah kebutuhan, ketimbang sebuah pemenuhan kewajiban yang
tentu memberi beban secara psikologis.
Aku merasa
menang atas pertaruhan ini. Aku bisa memenuhi tanggungjawab moral untuk bisa membuktikan
sendiri kata-kata mutiara sebagai motivasi yang selama ini sering aku sampaikan
ke anak didik ku.