Dulu, saat guru bertanya kepada para peserta didik mereka perihal cita-cita pekerjaan,
jawaban yang jamak muncul adalah nama-nama profesi seperti dokter, guru,
polisi, tentara, direktur, dan pekerjaan terikat waktu lainnya. Ada juga yang menyebutkan
kata “pengusaha”, namun prosentase yang menyebutkannya biasanya relatif sedikit dibandingkan dengan
nama-nama yang disebutkan sebelumnya. Cita-cita yang dimiliki siswa umumnya
mendorong semangat siswa belajar, serta mempengaruhi orientasi mereka dalam menjadi
pelajar. Yang bercita-cita menjadi dokter cenderung akan memberikan porsi waktu
yang banyak terhadap pendalaman ilmu-ilmu eksakta. Begitu pula dengan cita-cita
lainnya, akan mendorong individu mendalami suatu ilmu yang relevan dengannya. Hal tersebut dapat
dipahami, karena memang salah satu karakter dasar manusia adalah pragmatis.
Sampai
pada masa tertentu, pola pendidikan masih terlihat relevan dalam membimbing individu meraih
cita-citanya. Ilmu-ilmu yang ada seperti ilmu alam, ilmu social, ilmu budaya
dan bahasa, mampu menjawab harapan para individu yang belajar. Seiring dengan perkembangan
zaman, muncul lah profesi-profesi baru yang tidak ada pada sepuluh tahun
sebelumnya. Dulu, masyarakat umumnya berpikiran bahwa orang harus bekerja
berangkat pagi pulang sore dulu baru bisa mendapatkan uang. Di zaman sekarang, hal tersebut tidak
sepenuhnya berlaku. Jika
guru bertanya perihal cita-cita kepada murid-murid, jawaban yang mungkin akan muncul adalah Youtuber,
content creator, social media marketing agent, advertiser, dropshipper, food
ranger, food reviewer, dan nama-nama
baru lainnya, di samping nama pekerjaan yang jamak disebutkan. Profesi-profesi
tersebut mungkin terdengar aneh, jika disebutkan pada beberapa decade sebelumnya.
Namun sekarang profesi-profesi tersebut sudah lazim ada dalam kehidupan kita.
Pertanyaan
yang cukup penting untuk dijawab adalah apakah ilmu-ilmu yang diajarkan di
sekolah sudah disesuaikan dengan perkembangan jaman yang ada? Ataukah masih
sama hingga sekarang? Pendidikan pada hakikatnya ditujukan untuk membantu
pembelajar membentuk karakter (character building), mengasah keterampilan
sesuai dengan bakat dan minat (competence), serta pengetahuan, untuk menjawab
tantangan zaman. Saya memang tidak
mencantumkan referensi manapun untuk menyebutkan tujuan pendidikan
tersebut, tapi pada dasarnya tujuan pendidikan adalah secara garis besar adalah
seperti itu.
Pertanyaan
lain yang perlu dijawab adalah apakah cara guru mengajar juga sudah sesuai
dengan tuntutan perubahan zaman. Kurikulum secara periodic dirubah oleh
pemerintah, dengan niat dasar untuk menyesuaikan penyelenggaraan pendidikan
dengan perubahan zaman. Namun, hal yang tak kalah penting adalah kemampuan pendidik
dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut. Perubahan kurikulum yang
tidak diimbangi dengan kemampuan adaptasi pendidik tentu tidak akan bermuara
pada terwujudnya tujuan pendidikan, karena pendidik adalah eksekutor kurikulum yang
perannya bisa dikatakan paling strategis.
Dua kata
kunci yang sangat penting bagi relevansinya pendidikan terhadap perkembangan
zaman adalah pembaharuan kurikulum secara berkesinambungan dan kemampuan
adaptasi pendidik. Sangat bisa dipahami ketika pemerintah melakukan perubahan
kurikulum secara berkala. Hal tersebut tentu dimaksudkan untuk menyesuaikan
penyelenggaraan pendidikan dengan perkembangan zaman. Untuk menyesuaikan
pendidikan dengan perubahan zaman, kurikulum sedianya memang perlu memasukkan
hal-hal baru dan menghilangkan hal-hal lama yang sudah tidak relevan lagi
dengan perkembangan zaman. Di era disrupsi seperti sekarang ini dimana kemampuan-kemampuan
seperti berkomunikasi, berkolaborasi, berinovasi, berpikir kritis dan berkreasi
memiliki fungsi yang sangat penting, pendidikan perlu menyertakan aspek-aspek
tersebut untuk dimunculkan dan diasah pada individu pembelajar. Menghadapi tantangan
perubahan zaman, individu dituntut untuk proaktif dan inisiatif melakukan
tindakan. Konsekuensinya adalah bahwa pola belajar di sekolah pun harus berubah. Individu belajar
harus diperlakukan
sebagai subjek belajar yang mendominasi proses aktivitas-aktivitas
pembelajaran. Menyadari hal ini, pembelajaran yang sifatnya berpusat pada guru
(teacher-centred) harus sepenuhnya diganti dengan pembelajaran yang
menggerakkan individu belajar (student-centred).
Agar
tujuan pendidikan nasional berhasil diraih, maka pemerintah, guru dan
masyarakat pada umumnya perlu melakukan peran sesuai domainnya masing-masing
secara maksimal. Pemerintah berperan menyelenggarakan sistem pendidikan yang
menjawab tantangan perubahan zaman. Guru, sebagai bagian dari system pendidikan
yang memiliki peran yang sangat strategis, harus memiliki kemampuan untuk
beradaptasi serta mengamalkan prinsip long-life learning. Sementara masyarakat
pada umumnya juga berperan aktif mendukung penyelenggaraan pendidikan melalui
kontrol social dengan memberikan kritikan konstruktif terhadap kebijakan dan
menyumbangkan ide-ide yang relevan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar