Minggu, 31 Desember 2023

What drives us to move?

 

Kita menjalani hidup sudah sebegitu tidak netralnya. Kita sudah tidak berdaulat lagi atas penentuan sikap. Keputusan-keputusan yang kita ambil, sikap-sikap yang kita tunjukkan banyak yang di-adjust to others’ judgement.

Bahasa mudahnya, kita begitu haus akan validasi. Kita begitu resah terhadap ketiadaan pencapaian hidup. Merasa tidak berharga karena belum mencapai apa-apa. Perasaan yang sejatinya muncul bukan untuk pemenuhan kebutuhan internal, melainkan kebutuhan eksternal. Pembuktian diri terhadap orang lain melainkan kebutuhan eksternal.

Paradoksnya, justru hal seperti itu yang kadang bikin hidup terasa hidup. Kita merasa bergairah dalam menjalani hidup.

Kita sebagai manusia sebenarnya sudah merasa cukup dengan terpenuhinya kebutuhan dasar seperti rasa aman, terpenuhinya kasih sayang, penerimaan sandang, pangan dan papan. Namun hakikat kita sebagai makhluk social mendorong kita untuk menjadikan kebutuhan tersier menjadi kebutuhan pokok.

Orang lain bisa saja memandang bahwa kita penuh dengan kecukupan. Bahkan mereka mendambakan hal-hal yang ada pada diri kita. Sementara kita merasa masih belum menjadi siapa-siapa dan masih belum mencapai apa-apa.

Entah ini perasaanku saja, atau memang manusia pada umumnya memang begini.

Kalau aku, aku bukannya tidak bersyukur, melainkan hanya memiliki need of achievement yang begitu tinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar