Rabu, 14 Oktober 2020

Motivasi dan Sinergi dalam Mendidik

“Praktik mengajar paling mudah dan efektif adalah mengajar siswa yang sudah memiliki motivasi untuk belajar

 

Mengajar adalah kegiatan yang penuh tantangan. Bagaimana tidak? Dalam mengajar, kita dihadapkan pada kondisi keberagaman siswa dalam hal karaker, level motivasi, minat, kondisi psikologis, kecenderungan cara belajar (learning preference), dan aspek lainnya yang ada pada siswa, serta kondisi fasilitas fisik penunjang pembelajaran yang kadang belum memadai (Fleming & Baume, 2006). Terlepas seperti apa pun kondisi siswa maupun fasilitas penunjang pembelajaran yang ada, tugas kita tetap sama, yaitu mencapai hasil pembelajaran yang maksimal sesuai dengan arahan kurikulum.

Di tengah begitu banyaknya tantangan dalam mengajar, ada satu hal yang terasa mudah untuk dilaksanakan dalam mengajar. Hal yang mudah tersebut adalah mengajar siswa yang sudah memiliki motivasi kuat untuk belajar. Dengan motivasi belajar kuat yang mereka miliki, kita tak perlu menggunakan strategi khusus untuk membuat mereka proaktif dalam pembelajaran. Dengan sedikit arahan saja, mereka akan dengan penuh inisiatif melaksanakan kegiatan belajar sesuai arahan. Kita bisa berperan secara maksimal sebagai fasilitator dalam situasi tersebut.

Motivasi yang kuat untuk belajar secara nyata bisa menjadi factor utama kesuksesan belajar. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Bobby DePorter (1993), dalam bukunya yang berjudul Quntum Learning, bahwa setiap siswa akan menyikapi kegiatan belajar yang harus mereka lakukan dengan pertanyaan “What’s in it for me?”. Artinya adalah “apa manfaatnya bagiku?”. Ketika siswa mengetahui dengan jelas apa manfaat bagi mereka yang bisa didapatkan dari mempelajari suatu hal, maka mereka akan melakukan aktivitas belajar dengan sukarela dan penuh semangat. Sementara, ketika mereka tidak menemukan manfaat yang ada pada mata pelajaran tersebut untuk diri mereka, maka kegiatan belajar yang harus mereka lakukan akan terasa seperti perbudakan semata.

Saya pernah mendapati seorang siswa yang sangat proaktif dalam belajar bahasa Inggris dan Biologi. Di saat teman-teman seusia dan sekelasnya hanya berpegangan pada buku paket yang disediakan oleh sekolah, dia berinisiatif sendiri membeli buku-buku suplemen penunjang belajar. Bahkan ada satu buku tentang Biologi Kelautan (Marine Biology ) versi bahasa Inggris yang memiliki 800an halaman. Dalam pikirannya, sudah tergambar jelas manfaat apa yang dia pelajari tersebut (Bilogi dan Bahasa Inggris) untuk dirinya kelak.

Sebagai guru, sepertinya kita wajib untuk memiliki kemampuan memotivasi. Kita perlu membantu siswa untuk memiliki keyakinan bahwa ilmu yang harus mereka pelajari itu bermanfaat bagi kehidupan mereka secara nyata. Kelalaian mereka atas tugas-tugas yang diberikan oleh guru, sikap abai mereka terhadap instruksi-instruksi guru, tak lebih hanyalah ekspresi pemberontakan atas perasaan bahwa aktivitas “pembelajaran” yang harus mereka lakukan hanyalah sebuah perbudakan.

 

Sinergi sekolah dengan orang tua

Sekolah dengan segala entitasnya tidak bisa menjadi single-fighter untuk memberhasilkan siswa dalam pendidikan. Sekolah bukan merupakan lingkungan utama dimana mereka menghabiskan waktu setiap hari secara penuh. Ada lingkungan keluarga yang jelas memiliki andil besar terhadap berhasil-tidaknya mereka dalam pendidikan. Sebaik apapun lingkungan pendidikan (learning circumstance) yang dimiliki sekolah, akan sia-sia semata tanpa didukung oleh kondusifnya lingkungan keluarga siswa.

Di Negara-negara maju seperti Jepang, Australia dan lainnya, komunikasi antara sekolah dengan orang tua siswa terjalin begitu intensif. Komunikasi yang dilakukan oleh sekolah dan orang tua berkaitan dengan perkembangan siswa dalam berbagai aspek, baik akademis, maupun non-akademis. Komunikasi tersebut juga berkaitan dengan aspek perkembangan termasuk karakter. Sekolah menjalin komunikasi dengan orang tua bukan hanya saat terjadinya perilaku menyimpang (misbehaviour ) pada siswa, melainkan juga saat dirasa perlu untuk membahas potensi yang ada pada mereka.

 Komunikasi yang terjalin antara sekolah dengan orang tua juga bisa menjadi sarana menangani fluktuasi motivasi belajar siswa. Sekolah perlu mengetahui alasan di balik menurunnya motivasi belajar siswa yang mungkin dipengaruhi oleh situasi yang ada pada keluarga siswa. Begitu pula, orang tua perlu mendapat pemahaman tentang apa yang terjadi di sekolah yang mungkin menjadi penyebab perubahan sikap anak mereka. Komunikasi sekolah dan orang tua siswa ini adalah hal strategis yang perlu dijalin oleh keduanya, agar keberhasilan pendidikan siswa bisa tercapai.

 

Referensi

DePorter, B., & Hernacki, M. (1993). Quantum learning : unleash the genius within you . Piatkus.

Fleming, N., & Baume, D. (2006). Learning Styles Again: VARKing up the Right Tree! Educational Developments, 7, 4-7. http://www.johnsilverio.com/EDUI6702/Fleming_VARK_learningstyles.pdf.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar