Impian
adalah hal yang tak berbiaya, namun tak semua orang berani untuk sekedar memilikinya.
Banyak orang terjebak oleh stereotype yang keliru mengenai mimpi. `jangan
terlalu tinggi bermimpi, karena jika tak terwujud bakal menjadi pukulan hebat
di jiwa`. Ada pula `jangan terlalu muluk-muluk berkhayal (mimpi), realistis
saja`. Sehingga, jangan kan mampu mewujudkan impian, memilikinya saja tak
berani. Kalimat-kalimat tersebut terkesan benar adanya. Namun ketika kita take it for granted (mengikuti pemikiran
secara mentah-mentah), maka bisa memunculkan sifat takut untuk bermimpi.
Dalam tulisan ini, akan saya ceritakan pengalaman
bagaimana saya mendapati impian saya mewujud nyata. Saya makin percaya, sebagaimana
dikatakan oleh Andrie Wongso, bahwa sukses adalah hak saya, kamu, dan setiap
orang.
Alloh maha adil. Dia menjadikan setiap orang, apapun
kondisi dan latar belakangnya, memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil,
dalam hal apapun.
Mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program
pengembangan diri ke luar negeri yang cukup prestisius bagi saya merupakan hal
yang sangat membanggakan. 2015 adalah tahun hoki buat saya. Saya katakan hoki
karena saya merasa bahwa tahun tersebut adalah tahun pencapaian terbesar saya
dalam hidup. Mengikuti program pertukaran guru ke australia dan selang beberapa
waktu kemudian disusul berangkat ke Jepang untuk program Teacher Training yang
disponsori oleh Pemerintah Jepang.
Dulu, rasanya tak mungkin saya mendapatkan kedua
kesempatan tersebut. Sebelumnya tak terbersit dalam pkiran saya bahwa saya akan
mampu meraihnya, mengingat seleksi untuk mengikuti program tersebut terbilang
cukup ketat, dengan hanya segelintir kuota untuk lolos seleksi. Namun, saya
meyakini kebenaran Alloh bahwa sesungguhnya Alloh beserta prasangka hambanya. Selain
itu, islam mengajarkan bahwa doa adalah senjata yang ampuh bagi seorang muslim
yang akan mengantarkannya mengubah kondisi apapun, dengan seizinNya. Setelah mendapati
itu semua, kini saya semakin yakin akan kebenaran bahwa segala impian dapat
terwujud jika kita benar-benar menunjukkan kesungguhan bahwa kita
menginginkannya, meyakini akan keterwujudannya, dan berusaha dengan doa dan usaha
untuk menjadikannya nyata.
Secara ringkas, alur terwujudnya impian saya bisa
digambarkan sebagai berikut.
Bagian pertama adalah keresahan. Iya, tidak salah,
keresahan. Saya menyadari bahwa saya termasuk pribadi yang memiliki need of achievement yang tinggi. Dengannya,
saya selalu merasa tidak puas dengan keadaan yang serba monoton, konstan, dan
tak ada perkembangan, dalam hal apapun. Saya menjalani rutinitas setiap hari berangkat
pagi ke sekolah untuk mengajar dan pulang sore begitu monotonnya. Saya juga
merasakan stagnansi dalam hal perkembangan kompetensi dan wawasan. Selain itu,
melihat dinamika dalam mengajar, saya semakin memahami bahwa ada banyak hal
yang harus diperbaiki dalam tatanan pendidikan di sekolah. Perihal bagaimana
menumbuhkan motivasi belajar siswa, menjadikan pembelajaran lebih efektif, cara
membangun hubungan psikologis yang membuat siswa nyaman mengikuti proses
pembelajaran, menangani berbagai perilaku menyimpang siswa, mengajarkan etika
dan karakter, menumbuhkan minat membaca pada siswa, bagaimana menjadi katalisator
terbentuknya pribadi siswa yang memiliki berbagai skills (hard and soft), dan pada umumnya menjadikan tujuan pendidikan
benar-benar terwujud, adalah hal-hal yang menjadi perhatian (concern) saya.
Selain itu, ada keresahan pribadi yang cukup mengusik
pikiran saya. Saya merasa bahwa profesi guru PNS adalah profesi yang tak
memiliki sistem reward and punishment yang
proporsional, tak seperti pekerjaan di sektor swasta. Saya akui, menjadi guru,
apakah kita menampilkan kinerja yang luarbiasa atau sebaliknya, tak akan berpengaruh banyak terhadap reward. Itu
yang saya sesalkan. Bahasa kasarnya, mau mengajar dengan performa yang luar
biasa pun gajinya akan tetap sama dengan mereka yang performanya biasa-biasa
saja. Serasa hati tak terima bahwa strata saya disamakan dengan mereka yang tak
menunjukkan passion yang luarbiasa
dalam menjalani aktivitas sebagai pendidik.
Memang, bagi saya kepuasan moral atas prestasi kinerja
sebagai guru adalah reward yang cukup memuaskan, namun semua orang tentu
memahami bahwa dalam konteks kerja, bukan bakti sosial, tentu aspek materi
menjadi pertimbangan tersendiri. Namun, saya meyakini bahwa di dunia ini tak
ada keberuntungan yang tertukar. Mereka yang menanam padi lah yang besar
kemungkinan akan memanen padi. Untuk itulah saya berusaha untuk terus
mengembangkan diri. Tentu tak layak untuk berharap bagi mereka yang tak
berusaha mengembangkan diri.
Saya ingin dengan menjadi seorang pendidik yang mampu
mencapai level tertinggi dalam kompetensi. Dengan demikian, saya ingin sekali
mendapatkan program pengembangan diri di luar negeri sebanyak mungkin, karena
itu salah satu cara efektif mengembangkan kompetensi sebagai pendidik, dan
tentunya harus diupayakan satu-persatu untuk mewujudkannya. Saya teringat
sebuah ajaran dalam Islam bahwa sesungguhnya Alloh beserta prasangka hambaNya,
diperkuat pula oleh Hukum ketertarikan (law
of attraction) sebagaimana yang telah populer dalam ilmu psikologi modern
seperti buku The Secret oleh Rhonda
Byrne, serta tulisan-tulisan napoleon hills, dale carnegie, Ibrahim Elfiky, dan
lainnya yang mengulas materi sejenis. Dengan pemahaman bahwa dalam dunia ini
ada hukum ketertarikan yang bekerja nyata, apapun yang menjadi fokus pikiran
kita, baik itu hal positif maupun negatif maka hal tersebut akan mewujud nyata,
suka atau tidak suka. Saya berusaha untuk menerapkannya. Saya menginginkan
untuk bisa mengikuti program pertukaran guru ke Australia, Program Teacher
Training ke Jepang, dan program-program lainnya, yang tentunya harus diupayakan
satu per satu.
Banyak orang yang mungkin memiliki impian yang sama
dengan impian saya, dalam waktu yang sama, dan memperebutkan kesemptan yang
sama. Namun, man jadda wa jadda. Barangsiapa
bersungguh-sungguh, maka dia akan diberhasilkan olehNya. Itu prinsip yang saya praktikkan
dalam upaya mewujudkan impian saya. Banyak orang yang mendambakan hal yang sama
dengan saya. Tentunya, agar impian saya mewujud nyata, harus ada faktor pembeda
yang ada pada diri saya. Faktor pembeda tersebut berupa ikhtiar yang di atas
rata-rata. Berguru kepada mereka yang telah mencapai hal yang kita dambakan
adalah salah satu kiat sukses para peraih nobel dan orang-orang yang berhasil
di bidang mereka masing-masing, yang saya terapkan. Tak ada guru yang datang
dengan sendirinya selain guru kelas atau guru les privat. Maka, saya harus
mencari sendiri mereka. Beruntung, adanya akses teknoligi informasi dengan
sosial media memudahkan saya mendapatkan mereka dan berguru dari mereka. Ilmu-ilmu
dari mereka tentang bagaimana mereka berproses menuju terwujudnya impian mereka
saya terapkan, dan itu semakin memperkuat keyakinan saya akan semakin dekatnya
jarak antara saya dengan tercapainya impian.
Ikhtiar lain yang saya lakukan adalah pendekatan yang
cukup intensif dengan Dia sang maha Pengatur segala urusan dunia dan alam
semesta. Barangkali terkesan pragmatis, beribadah dengan disisipi harapan
terwujudnya hajat tertentu. Namun bukankah agama ini mengajarkan demikian,
bahwa jika kita menginginkan sesuatu maka tunjukkan kedekatan kita kepadaNya.
Alloh maha tau bahwa manusia adalah makhluk yang pragmatis. Dan justru, dengan
sering meminta padanya, mendekatkan diri padanya, Ia catat itu sebagai ibadah
yang luarbiasa pahalanya. Asik bukan? Yang penting, jangan sampai ketika hajat
sudah terwujud kemudian kita jadi bertolak meninggalkan perintahnya dan semakin
jauh dariNya.
Doa seorang ibu memiliki kekuatan yang sangat luarbiasa. Meski
hal ini mungkin susah untuk diterima secara rasional, namun iman menjadikan saya
sangat meyakini kebenarannya. Saya libatkan Ibu saya untuk mendoakan bagi
terwujudnya impian saya. Namun, doa Ibu yang tulus lah yang akan sampai ke
Pencipta. Tak semua hubungan Ibu dan anak harmonis. Kadang perilaku seorang
anak menjadikan seorang Ibu merasa kurang Ridho, meski dalam taraf yang kecil. Maka,
penting sekali untuk memperlakukan Ibu selayaknya seorang ratu. Kita musti
baik-baikin Ibu. Berusaha bahagiakan dia. Dan berusaha untuk sebisa mungkin tak
pernah membuatnya tersakiti. Birrul walidain.
Berbakti kepada orangtua.
Dalam hidup ini, semakin besar nilai suatu barang maka
semakin besar pula harganya. Untuk target yang besar, kita perlu ikhtiar besar
pula. Tak perlu khawatir, tugas kita bukan untuk memberhasilkan diri kok. Domain
kita adalah berupaya semaksimal mungkin. Selebihnya, Dialah yang menjadikan
kita berhasil segera, ditunda keberhasilannya, atau diberhasilkan dalam wujud karunia
lain yang tak kita sangka. Ketika impian, keyakinan, doa, dan ikhtiar telah
bersinergi secara sempurna, maka insya Alloh berhasil kan kita raih. Dan musti
yakin bahwa hasil biasanya tak pernah menghianati proses/upaya.
Nothing is impossible…
Sendai, Japan, 15/3/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar