Kita sudah selesai melaksanakan
serangkaian kegiatan dalam program guru Penggerak. Lantas, setelahnya apa yang
harus kita lakukan?
Setelah ini, apakah kita akan menjadi
guru dengan performa yang jauh lebih baik, ataukah biasa saja seperti apa adanya
kita sebelum mengikuti program Guru Penggerak?
Apakah kita akan menjadi guru yang
berkontribusi lebih signifikan bagi dunia Pendidikan, ataukah biasa-biasa saja
dan tak ada bedanya dengan mereka yang bukan Guru Penggerak?
Apakah sekolah tempat kita mengajar
akan merasakan dampak atas meningkatnya kompetensi kita, ataukah akan biasa
saja sebagaimana kondisi semula?
Pernahkah pertanyaan-pertanyaan
seperti itu kita ajukan pada diri sendiri, sebagai bagian dari refleksi dan
evaluasi?
Ataukah sama sekali tak pernah
terbersit dalam sanubari, karena kita terlalu larut dalam selebrasi atas
selesainya program ini?
Boleh lah kita ber-euforia atas “pencapaian”
yang kita raih ini.
Biar bagaimanapun, membagi waktu agar
kita bisa seimbang dalam melaksanakan tugas pokok sebagai pendidik dan menjalani
proses Pendidikan PGP ini adalah hal yang cukup menantang dan layak mendapatkan
apresiasi.
Di dalamnya, ada istirahat yang
tertunda dan kantuk yang tertahan.
Di dalamnya, ada healing-healing
yang tidak lagi jadi prioritas, bahkan hak atas keluarga, dan kesehatan mental yang
cukup terabaikan.
Bukan lebay, karena memang
berbagai tugas dalam PGP ini cukup menguras banyak hal dan membuat kita tidak santay.
Oleh karena itu, boleh lah kita
melakukan selebrasi atas semua itu.
Namun, ada hal yang harus dipikirkan,
yaitu apa langkah selanjutnya yang harus kita lakukan.
Program Guru Penggerak bukan lah soal
gengsi karena kita hebat telah lolos seleksi.
Di dalamnya, ada tanggungjawab moral
yang harus kita emban dan perlu pembuktian untuk dieksekusi.
Setelah menyelesaikan progam ini,
kita tidak lagi berada pada fase tergerak dan bergerak.
Kita sudah berada pada fase
menggerakkan.
Kita semestinya sudah tidak lagi hanya
fokus meningkatkan kompetensi diri.
Melainkan, kita berada pada fase
mendorong rekan sejawat untuk terus berkembang dan memperbaiki diri.
Kita sudah tidak lagi berada di fase
memimpin diri.
Melainkan, kita harus menjadi pemimpin
yang berpengaruh menciptakan perubahan.
Kita sudah banyak belajar tentang
filosofi Pendidikan, terutama dari Ki hajar Dewantara.
Kita sudah banyak belajar tentang
ilmu pedagogik, kepemimpinan, coaching, manajemen asset, mindset, dan bagaimana
menghasilkan dampak kebaikan melalu prakarsa perubahan.
Kini saatnya kita mengimplementasikan
apa yang telah kita dapatkan.
Semoga kalimat "tergerak, bergerak, dan mampu menggerakkan" mampu kita wujudkan, dan bukan hanya sekedar sebuah slogan.
Tugas besar menanti kita di hadapan, kawan!