Seorang
rekan kerja memutuskan untuk resign dari pekerjaannya sebagai ASN. Cerita serupa
juga aku dapatkan dari berbagai media, tentang banyak orang yang memutuskan
untuk keluar dari kenyamanan sebagai pegawai negeri. Beragama alasan yang menjadi
landasan atas keputusan mereka. Namun, di negeri dimana mendapatkan pekerjaan
tetap adalah hal yang sangat sulit, cerita tentang orang keluar dari pekerjaan
tetap seringkali memamcing diskusi dan perhatian.
Bulan
lalu, viral sebuah berita tentang seorang influencer dengan konten Pendidikan yang
memutuskan untuk keluar dari pekerjaan sebagai ASN. Konon, alasannya adalah
karena lingkungan yang toxic. Belakangan netizen banyak yang mengemukakan
asumsi mereka bahwa alasan utamanya sebenarnya adalah karena penghasilan
sebagai influencer/creator konten jauh lebih menjanjikan ketimbang jadi seorang
ASN.
Kembali
ke kisah tentang rekan kerjaku. Dia adalah ibu muda yang sedang menghadapi
ujian berupa anaknya yang sering sakit-sakitan. Berkali-kali anaknya harus
dirawat di rumah sakit. Tentunya hal tersebut membutuhkan biaya yang relative tidak
sedikit. Selain itu, rutinitasnya sebagai seorang pengajar yang harus mengajar
di tempat jauh dengan perjalanan kurang lebih satu jam cukup terasa memberatkan.
Ada perasaan dilematis. Di satu sisi dia harus mengurus anak orang lain. Di sisi
lain, anaknya sendiri jadi kurang mendapatkan perhatian. Padahal, ia sedang
sakit dan membutuhkan perhatian lebih. Keputusan yang dipandang terbaik olehnya
yaitu resign dari ASN dan focus mengurus anak. Demikian hal yang akhirnya dia
putuskan.
ASN,
sebagaimana pekerjaan lain yang membuat orang terikat secara waktu dan fisik,
merupakan rutinitas yang memiliki dua sisi sekaligus. Ia didambakan oleh sebagian
orang, karena dinilai menjamin kestabilan, kemapanan, kenyamanan, dan
memberikan kepastian masa depan, terutama ketika suda memasuki masa pension. Seringkali
menjenuhkan memang, namun hal tersebut dinilai worth it bagi sebagian
orang. Sementara, di sisi lain, ia laksana sebuah penjara, yang membelenggu
seseorang untuk berkarya dan mendayagunakan segala kreativitas dan
kapabilitasnya. Adalah fakta bahwa dalam dunia ASN, kreativitas kita tidak akan
terasa menjadi pembeda. Mau sekreatif apapun, se-dedikatif apapun, dan se-hebat
apapun kamu bekerja, reward yang kamu dapatkan tak akan berubah selain yang
sudah menjadi ketentuan/aturan, dimana gaji ditentukan oleh golongan dan masa
kerja, bukan atas dasar meritokrasi atau performa kinerja.
Bagi
orang-orang yang merasa memiliki kemampuan lebih untuk berkarya, menjadi ASN
tentu akan terasa sebagai sebuah belenggu, atau penjara. Perasaan terpenjara
tersebut tidak lantas serta-merta membuat para ASN beranimengambil keputusan
untuk keluar dari posisinya sebagai ASN. Ada banyak hal yang dipertimbangkan. Diantaranya
adalah pikiran bahwa tidak adan jaminan hidup lebih baik ketika resign. Ada pula
yang berusaha menata hidup terlebih dahulu agar kelak siap dengan resiko yang
harus diambil ketika resign dari kemapanan.
Menjadi
ASN dan segala pekerjaan nine-to-five lainnya adalah laksana menonton
film yang alurnya sudah kita pahami dengan pasti. Tentu tak menarik rasanya
untuk menonton film yang alur ceritanya sudah jelas dan mudah ditebak. Sejatinya,
manusia adalah makhluk yang menyukai kejutan, menyukai hal-hal baru dan
pengalaman-pengalaman baru. Maka kemonotonan sejatinya tidak mendapat ruang di
hati setiap insan. Hanya saja, kadang tidak adanya pilihan lah yang membuat
orang bertahan dalam kemonotonan.
Lalu,
bagaimana pandangan dan sikapku atas profesi ASN yang sudah lama aku jalani
ini? Yang jelas, aku memiliki perasaan yang sama tentang kejenuhan, kebutuhan
untuk terus berkembang, dan keinginan untuk memiliki warna indah dalam hidup. Aku
merasa perlu kiranya aku suatu saat bisa terbang bebas mengepakkan sayapku
kemanapun aku berkehendak. Aku ingin merasakan petualangan-petualangan baru,
pengalaman-pengalaman baru, pencapaian-pencapaian baru, yang kesemuanya itu
membuat hidupku terasa lebih hidup.
Aku
sedang berada pada jalur yang tepat. Insya Alloh tak lama lagi, I can walk on
my path, passion, and inner call. Dahlannomad Nomaddahlan.
Terbang
bebas bagai Falcon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar