Selasa, 29 Oktober 2024

Ternyata, aku masih miskin prestasi

 

Aku mencoba ikut serta dalam lomba Guru Inovatif dan Berdedikasi, yang diselenggarakan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Meski tertatih-tatih karena menyiapkan semua hal yang di perlukan di tengah kesibukan yang begitu padat, akhirnya aku mampu men-submit dokumen.

Selesai mengirimkan dokumen, aku merasa lega. Namun, ada satu hal yang seketika terbersit dalam pikiranku. Aku baru menyadari, bahwa ternyata prestasiku sangat sedikit. Bahkan bisa dikatakan aku belum berprestasi. Hal yang cukup menyentak pikiranku adalah ketika aku menyusun portofolio yang berisi segala catatan karya dan prestasiku. Aku tersadar, bahwa ternyata prestasi dan karyaku sangat-sangat sedikit. Iseng aku coba melihat portofolio prestasi dan karya seorang teman yang sama-sama mendaftar lomba ini, aku tertampar dengan betapa banyaknya karya yang ia miliki. Karya ilmiah, karya tulis fiksi, mengikuti berbagai kegiatan pengembangan diri, melakukan berbagai penelitian, menjadi pembicara, dan sebagainya.

Oiya, sebenarnya aku cukup sering menjadi pemateri dalam berbagai seminar selama 3 tahun terakhir ini. Hanya saja, aku terlalu malas untuk mengarsipkan berbagai sertifikat keikutsertaanku. Aku tidak menyangka bahwa mengarsipkan sertifikat semacam itu akan berguna di kemudian hari.

Kembali ke topik utama. Aku ternyata beelum berprestasi. Kemana aja aku selama ini? Bukankah aku adalah Dahlan si pegiat literasi? Bukankah aku adalah Dahlan, orang yang akrab dengan dunia penelitian? Bukankah aku adalah Dahlan yang suka dengan aktivitas diskusi ilmiah? Bukankah aku adalah Dahlan yang memiliki kepekaan terhadap berbagai isu Pendidikan? Bukankah aku adalah Dahlan yang memiliki Blog dengan ratusan artikel? Kok bisa bahwa aku ternyata masih sangat sedikit karyanya.

Mungkin, aku terlalu lama berdiri kaku berada di lingkungan pergaulan yang kurang ambisi. Mungkin aku kurang motivasi, karena tidak ada kanan kiriku yang memiliki semangat yang sama untuk berkarya. Ah…aku terlalu lembek untuk begitu saja pasrah terhadap keadaan. Bukankah aku pernah berikrar bahwa aku akan menjadi pembedan dan pewarna dimana pun aku berada?

Aku sadar, dan aku harus berubah lebih baik. Jauh lebih baik.

Wahai diriku, berupayalah untuk terus berkarya, berinovasi dan berkontribusi. Bukan untuk validasi, melainkan untuk bukti pada diri sendiri bahwa kamu memang pribadi yang layak untuk bisa berbangga terhadap diri sendiri.

Camkan itu, wahai diri!

 

Sabtu, 05 Oktober 2024

Kita ini bukan kekurangan solusi, melainkan kurang disiplin saja

 

Image: https://www.linkedin.com/pulse/power-discipline-achieving-success-through-focus-determination-bv


 

Masalah begitu banyak dalam hidup. Kadang kita mengeluhkan ketiadaannya solusi. Kadang mengeluhkan kenapa ekonomi terasa sulit. Kadang kita mengeluhkan kenapa jodoh tidak dating. Kadang kita mengeluhkan kenapa kehesatan kurang baik. Kadang mengeluhkan kenapa hubungan dengan orang-orang tertentu terasa toxic. Kadang pula kita mengeluhkan kenapa nasib baik seperti belum kunjung berpihak. Lantas kita membiarkan diri terpuruk berlama-lama di dalam kubangan masalah tersebut, alih-alih bangkit dan menjadi pemenang.

Dari sudut pandang mana pun, di setiap masalah dalam hidup itu pasti ada solusinya. Dalam sudut pandang agama Islam, kita diajarkan dalam Surat Al-Insyirah Ayat 5:

فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

Bahkan kalimat tersebut diulang sampai dua kali dalam Al-Qur’an.

إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

“sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

 

Kita, manusia, ini bukan kekurangan solusi atas masalah, melainkan hanya bebal saja atas apa yang menjadi ajaran agama.

Untuk masalah ekonomi, kita dianjurkan banyak-banyak melakukan silaturahmi (berkumpul dengan orang-orang sukses), bersedekah, sholat hajat, sholat tahajjud, beristighfar, sholat dhuha, menghindari perbuatan dosa dan tentunya harus melakukan sholat fardhu.

Ilmu-ilmu seperti itu sebenarnya mudah kita temukan, sering kita dapatkan. Namun, kita tidak disiplin untuk menerapkannya.

Untuk masalah jodoh, kita dianjurkan untuk memperbaiki hubungan dengan ALloh terlebih dahulu. Karena dengan begitu Ia akan memudahkan hubungan kita dengan manusia. Sebenarnya memperbaiki hubungan dengan Alloh itu tidak hanya penting dalam konteks mencari jodoh saja, melainkan dalam semua aspek. Kita dekat dengan Alloh, maka akan dipermudah semua urusan kita. Demikian hal yang dijanjikan oleh Alloh. Namun apa yang kita lakukan? abai terhadap anjuran tersebut. Sebagian dari kita lebih suka tidur berlama-lama hingga matahari terbit. Sebagian dari kita lebih suka bergelut dengan pekerjaan atau aktivitas lainnya, saat adzan berkumandang. Sebagian dari kia lebih suka menahanuang yang kita miliki, dan tidak menafkahkannya di jalan yang Alloh ridhai. Intinya, kita dikasi solusi kemudahan, namun seringkali kita memilih kesulitan. Itu fakta.

 Andai saja kita mau disiplin untuk mengerjakan apa yang Alloh perintahkan, maka segala masalah akan mudah teratasi, dan hasilnya pasti berupa kebaikan bagi kita. Namun kita malah memilih terus-menerus berkubang dalam masalah, sementara solusi ada di samping kita, tinggal eksekusi saja.

Ini lah salah satu makna dari pentingnya kedisiplinan. Maka, sesungguhnya kita bukan kekurangan solusi atas masalah, melainkan kita hanya tidak disiplin saja untuk menerapkan solusi yang ada.